PROSES REPRODUKSI MAKNA

PROSES REPRODUKSI MAKNA

Oleh M. Irfan Hidayatullah

/1/

Menurut saya hidup adalah masalah mengandung dan dikandung. Ibu yang mengandung, anak yang dikandung. Anak perempuan kemudian juga suatu saat mengandung dan bayi-bayi di dalam rahimnya berstatus dikandung. Dalam hal ini, setiap fenomena membawa fenomena yang lain. Setiap benda disertai benda yang lain. Setiap peristiwa dibubuhi peristiwa yang lain. Setiap kata diisi kata yang lain. Begitu seterusnya. Takada yang sendirian. Setiap hal pasti memiliki identitas; mengandung atau dikandung.

Kita adalah entitas yang juga berada dalam kandungan semesta, kehidupan, peristiwa, dan tubuh. Rahim semesta memberi kita asupan nutrisi yang membuat kita berkembang sesuai kelazimannya. Begitu juga kehidupan. Ia adalah rahim yang mendewasakan kita seperti juga peristiwa. Adapun tubuh adalah rahim fisikal tempat jiwa diletakkan. Jiwa dikandung tubuh. Tubuh mengandung jiwa.

Setiap yang mengandung adalah ibu. Ialah yang memiliki rahim dan memberi asupan yang diperlukan terkandung. Dan asupan itulah yang terus diupayakan sang ibu agar kandungannya berkembang dan sehat. Setiap ibu tidak diam saja dalam memelihara kandungan dan isinya. Begitupun semesta, kehidupan, peristiwa, dan tubuh. Di dalamnya terdapat mekanisme pengupayaan “nutrisi’ bagi anak yang berada dalam kandungannya. Anak itu adalah kita; manusia.

Setelah lahir, ada kalanya sang anak lupa pada mekanisme tersebut. Ia acapkali melupakan jasa dan eksistensi sang ibu karena ia disibukkan oleh proses kehidupan dan kemudian mengandung. Keterlepasan relasi antara ibu dan anak dalam hal ini adalah dosa laten yang mungkin terjadi dalam sebuah proses kehidupan. Ada yang lupa asal karena terlena oleh yang sekarang. Karena itulah, sang anak pada umumnya menjadi sangat individualistis dan artifisial. Ia tidak memikirkan sang ibu padahal ia juga sedang mengandung anaknya sendiri. Ia juga pada saat yang sama berpotensi jadi seorang ibu. Begitulah seterusnya, ia akan dilupakan oleh anaknya kelak.

Proses lupa dan artifisialitas membuat setiap anak kehilangan hikmah dan kebijaksanaan dari rangkaian kehidupan. Ia telah kehilangan makna sehingga ia tidak mampu memakna. Seorang anak yang seperti itu juga berkemungkinan akan terbebani oleh kandungan yang dimilikinya. Ia akan merasa kandungan yang dibawanya hanya sebuah benda tanpa alasan dan manfaat. Ia kemudian menjadi ibu yang siap menggugurkan kandungannya. Atau mungkin setelah yang dikandung lahir, ia akan membiarkannya begitu saja. Atau mungkin, ia menolak untuk mengandung. Pada kondisi-kondisi tersebutlah kehidupan menjadi sangat banal.

 

/2/

Di dalam rahim terdapat sesuatu yang tentu tidak hadir begitu saja. Ia ada dari benih makna yang kawin dengan realitas. Benih-benih dalam hal ini adalah entitas maskulin dan realitas adalah entitas feminin. Keduanya kemudian berada dalam rahim yang berstatus feminin. Jadi, femininitas adalah sebuah entitas dominan dalam proses mengandung dan kemudian melahirkan. Namun, semua takkan berjalan tanpa benih makna yang maskulin itu. Begitulah keduanya saling melengkapi dalam melahirkan sesuatu.

Kita bisa jadi keduanya. Menjadi maskulin saat membenihi dan menjadi feminin saat dibenihi, mengandung janin, dan melahirkannya. Begitulah, kita akan menjadi keduanya saat berada pada ruang produktif makna yang prosesnya tidak sederhana. Dan semua selain jadi seorang ibu juga jadi seorang ayah. Semesta, kehidupan, realitas, dan tubuh selain berstatus sebagai ibu seperti yang dibahas sebelumnya, bisa juga berfungsi sebagai ayah. Mereka semua adalah benih yang membuahi jiwa kita untuk kemudian jiwa kita mengandung dan melahirkan hikmah dan kebijaksanaan.

Namun, seperti juga sang ibu yang dilupakan anaknya, dalam hal ini sang jiwa bisa saja pada prosesnya tidak menerima benih yang dibubuhkan padanya. Ia tidak terbuka pada semesta, kehidupan, realitas, dan tubuh sehingga ia tidak mengandung apa-apa karena tidak terjadi pembuahan. Begitulah, saat seorang calon ibu menolak dibenihi dengan berbagai alasan modernitas, ia tidak akan mengandung dan kemudian melahirkan apa-apa. Paranoia mengandung dan melahirkan menjadi penghambat terbesar reproduksi makna. Pada titik ini, sang calon ibu juga dihinggapi oleh lupa dan artifisialitas. Lupa akan fitrahnya yang dititipi rahim dan artifisial akan visi keberlanjutan kehidupan.

Hal yang sama juga bisa terjadi pada benih. Saat pemilik benih atau sang ayah tidak mau menyemainya sesungguhnya ia sedang menolak akan tugas kemanusiaan. Namun, bisa juga bukan karena tidak mau, tetapi karena lupa akan tugas produksi kemanusiaan. Kemalasan dan  kelupaan adalah produk dari sebuah zaman yang banal. Karena itu, ada kesamaan mendasar dosa laten reproduksi kehidupan, yaitu berwujud lupa dan artifisialitas. Bisa kita bayangkan saat kehidupan takdibenihi makna ia tidak akan melahirkan hikmah dan kebijaksanaan.

 

/3/

Jika Anda merasa tulisan ini melantur, itu bagus. Bukankah makna memang bersifat lanturan. Makna selalu melampaui atau berbeda dengan induknya. Makna adalah anak yang dilahirkan dan tidak mungkin sama dengan orang tuanya. Ia semacam metafor dari ayah dan ibunya. Dan proses bermetafor adalah  proses reproduksi makna. Namun, kelahiran makna baru tidak akan ada bila filosofi dikandung dan mengandung tidak terdapat pada setiap penulis. Dan puisi adalah janin yang ada dalam kandungan setiap realitas setelah dibenihi makna. Puisi sebenarnya tidak minta dilahirkan, tetapi hukum alam menghendaki demikian. Adapun penyair adalah bidan atau dokter atau siapapun yang mencoba membantu persalinan. Ayah, ibu, dan anak dalam kandungan adalah tokoh utama pada proses ini. Penyair hanya membantu melahirkan puisi. Dan puisi ada di mana-mana karena segala-gala mengandung janin makna. Puisi juga mungkin Anda yang dilahirkan dari proses pembenihan makna atas realitas di dalam rahim semesta. Jika Anda merasa baru saja dilahirkan, berterima kasihlah pada yang memberi kehidupan.

 

 

/4/

Kuntowijoyo

Isyarat

Angin gemuruh di hutan

Memukul ranting

Yang lama juga.

Tak terhitung jumlahnya

Mobil di jalan

Dari ujung ke ujung.

Aku ingin menekan tombol

Hingga lampu merah itu

Abadi.

Angin, mobil dan para pejalan

Pikirkanlah, ke mana engkau pergi

 

Joko Pinurbo

Bulan

Bulan yang kedinginan

berbisik padamu,

“Bolehkah aku mandi sesaat saja

di hangat matamu?”

 

Malam sepenuhnya milikmu

ketika bulan tercebur

di dingin matamu.

 

Bulan itu bulatan hatimu,

Bertengger di dahan waktu.

(2010)

 

Bandung, 9 Agustus 2017


Comments

2 responses to “PROSES REPRODUKSI MAKNA”

  1. Tulisan yang menginspirasi. Terima kasih.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *