Risalah Wabah #3: Kelahiran Nama-Nama

Setiap peristiwa melahirkan nama-nama. Mereka keluar dari rahim pergulatan sebuah zaman. Seperti juga namaku dan namamu mungkin. Kita dinamai atas dasar sesuatu yang mengganggu benak orang tua kita. Apa pun motifnya, termasuk nama yang keluar dari pergulatan doa-doa, nama ideal yang pada saatnya nanti bisa jadi kontradiktif dengan perilaku penyandangnya.

Ya, nama-nama itu lahir juga dari tubuh era pandemi ini. Bukan, bukan nama-nama anekdotal bagi anak yang lahir pada masa ini, seperti Siti Korona, dan lainnya, tapi nama sungguhan yang dipakai untuk mengidentifikasi diri saat pandemi.

Disebabkan oleh wujud yang lahir di hadapan, manusia kemudian berebut memberinya nama. Sebutan virus Korona pun menjadi bagian dari fenomena ini. Ternyata ada nama lain yang tidak populer yang menjadi identitas lain dirinya, yaitu SARS (Severe Acute Respiratory Sindrom) CoV-2. Jenis lain dari virus SARS yang pernah hadir sebelumnya, yaitu pada 2003. Ada pun Corona Virus adalah golongan Jenis virus tersebut, sedangkan Covid – 19 adalah nama penyakit yang disebabkan oleh virus tersebut dan angka 19 adalah titimangsa ditemukannya penyakit tersebut.

Lihatlah, betapa semua saling berhubungan dan kemudian disalahpahami. Covid-19 bukanlah nama lain dari virus Korona, tetapi penyakit yang disebabkan oleh virus tersebut. Namun, siapa yang mau peduli dengan keakuratan saat peristiwa pegeblug ini sedang terjadi. Penamaan menjadi sesuatu yang dilakukan dengan tergesa dan kemudian disepakati begitu saja. Tentang ini, saya berpikir bahwa sepertinya nama yang terakhir dan secara fungsional dipakai selalu lahir dari kesalahan demi kesalahan, seperti namaku yang terus berubah sejak lahir sampai tercetak pada sebuah akta, dan KTP.

Ya, kelahiran nama-nama adalah peristiwa penting dalam sejarah karena ini bukan permasalahan bahasa semata. Ini adalah masalah ideologis yang lahir dari perkawinan antara teks dengan konteks, antara diksi dengan kepentingan, antara (sakadar) ujaran dengan identitas resmi.

Begitulah kemudian lahirlah nama-nama, seperti Covidiot, Koronorak, Lockdown, Karantina (wilayah), Sosial Distancing, Physical Distancing, Jaga jarak, Stay at home, di Rumah Aja, APD, Hazmat, Handsanitizer, New Normal, Kenormalan Baru, Tatanan Baru, Adaptasi Kebiasaan Baru, dan lain-lain.

Walaupun nama-nama tersebut sebagian besar sudah ada sebelumnya, tetapi sebuah peristiwa telah melahirkannya kembali. Mereka adalah individu-individu baru dari sebuah rahim baru. Ibu zaman telah mengandung mereka sekian lama, dan lahir pada ranah wabah. Dan nama-nama yang telah dilahirkan tersebut, kini menjadi bagian dari wacana negeri ini. Mereka tumbuh dan besar di sana. Bersamanya telah terlahir juga manusia-manusia khas. Manusia yang bersanding dengan istilah Covidiot, misalnya, tentu saja berbeda dengan manusia yang bersanding dengan istilah APD, dan berbeda juga dengan manusia yang bersanding dengan istilah OTG. Di sanalah bersembunyi hubungan ideologis yang tidak sederhana.

Bandung, Ahad, 7 Mei 2020


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *