SENI MENULIS
Oleh M. Irfan Hidayatullah
Menulis adalah sebuah kata yang tak asing. Menulis adalah proses bagi sebuah bentuk kreasi, yaitu tulisan. Menulis bahkan ada di belakang segala kreativitas saat ini. Menulis dengan demikian memiliki dua posisi; sebagai proses bagi produk mentah dan proses bagi produk jadi. Hal tersebut bergantung pada jenis produk apa yang dimasuki proses penulisan tersebut. Semakin multimedia sebuah produk semakin membuat tulisan sebagai bagian kecil dari prosesnya. Bisa jadi, karenanya, menulis akhirnya jadi sebuah kata yang asing.
Menulis menjadi tak asing bila seseorang bertemu dengan produk jadi hasil penulisan, yaitu buku dan jenis teks tercetak lainnya. Adapun menulis menjadi asing bila seseorang menikmati produk yang bersifat multimedia, seperti drama, acara televisi, film dan lain-lain. Dalam hal ini, seorang penikmat seni multimedia tersebut menganggap bahwa hasil akhir tampilan tak ada hubungan dengan tulis-menulis, padahal semua pertunjukan tersebut takkan ada tanpa konsep tertulis. Konsep tertulis itulah yang disebut skenario, skrip, atau naskah.
Berdasarkan hal tersebut, masyarakat yang dikenalkan terlebih dahulu pada budaya multimedia atau budaya pandang dengar, cenderung tidak akrab dengan dunia baca-tulis. Fenomena tersebutlah yang harus diposisikan ulang. Caranya adalah dengan terus-menerus menginformasikan bahwa tulisan adalah bahan bagi pertunjukan yang mereka gandrungi. Namun, pada tulisan ini tidak akan dibahas berkenaan dengan masalah tersebut.
***
Aktivitas menulis adalah akar bagi peradaban. Peradaban yang di dalamnya terkandung makna kreativitas dan intelektualitas. Karenanya, pembudayaan aktivitas menulis menjadi parameter kemajuan sebuah bangsa. Untuk itu, perlulah dipahami bagaimana seni menulis agar aktivitas ini tidak dimitoskan sebagai sesuatu yang kuno atau sebaliknya, tak terjangkau karena canggih.
Seni menulis adalah seni berkomunikasi nonlisan. Berarti seni menulis berbeda dengan seni bicara atau oratoria dan seni vokal. Seni menulis berhubungan dengan simbol-simbol kebahasaan tulisan. Karenanya banyak hal yang perlu dipahami tentang seni menulis ini, di antaranya 1. konvensi bahasa tulis, 2. tema tulisan, 3. jenis tulisan, dan 4. jenis pembaca.
Berhubungan dengan konvensi bahasa tulis, seorang calon penulis haruslah memahami aspek ejaan dan gramatika bahasa tertentu. Karenanya, seorang calon penulis haruslah berjuang menjadi orang yang paham kaidah kebahasaan. Hal ini bisa dicapai dengan belajar langsung dari kaidah-kaidah kebahasaan atau dengan membaca tulisan-tulisan yang terkategori bagus. Hal kedua lebih efektif dari yang pertama biasanya. Jadi, memiliki kompetensi kebahasaan hukumnya wajib bagi seorang calon penulis . Namun, ini bisa diraih sambil jalan.
Hal kedua yang harus dipahami adalah tema tulisan. Tema dalam kasus ini adalah objek tulisan yang menjadi motif seseorang bergerak untuk menulis. Tentang hal ini, hal yang sangat penting untuk dipahami adalah apa yang kita tulis dan dalam rangka apa kita menulis. Apa yang kita tulis merujuk pada objek tulisan. Dalam rangka apa kita menulis berhubungan dengan tujuan tulisan. Keduanya, tentu saja, akan sangat memengaruhi hasil akhir tulisan. Karenanya, tulisan banyak jenisnya. Saat seseorang menulis tentang objek penelitian yang bersifat ilmiah, tulisan yang lahir adalah tulisan ilmiah baik bersifat popular maupun tidak. Saat seseorang menulis tentang fenomena kemasyarakatan dalam bingkai peristiwa, tulisan yang akan lahir adalah tulisan naratif, baik fiksi maupun nonfiksi. Begitupun saat seseorang menulis tentang rasa peristiwa, substansi kejadian, dalam bingkai ekspresi, hadirlah tulisan yang kemudian disebut puisi, dsb.
Selain berdasarkan objek, aktivitas menulis juga terpengaruh oleh tujuan. Pertanyaan dalam rangka apa kita menulis, akan menghasilkan jenis tulisan berbeda-beda. Bila seorang mahasiswa menulis dalam rangka melaporkan hasil penelitian, ia akan menulis dengan cara akademis atau tidak jauh dari nuansa keakademisan. Saat seseorang menulis untuk memberikan tuntunan jelas pada masyarakat, ia akan membuat tulisan yang bersifat panduan atau yang sekarang popular dengan nama buku how to. Begitu juga saat seseoang menulis untuk menyampaikan realitas sebuah peristiwa dengan berbagai konflik kemasyarakaan di dalamnya, ia akan memilih novel.
Hal ketiga yang harus dipahami adalah jenis tulisan. Saat ini para penulis cenderung langsung memilih jenis tulisan untuk mengungkapkan suatu objek. Seorang novelis akan memakai jenis tulisan yang ia kuasai tersebut sebagai cara penyampaian sebuah permasalahan, bahkan hal yang ilmiah sekalipun. Jadi, jenis tulisan adalah semacam bingkai bagi tema yang akan diangkat. Karena itu, agar tulisan tidak menjadi gamang, penulis harus memahami sekali berbagai karakter jenis tulisan tersebut. Sebuah tema tulisan akan sangat berbeda cara pengelolaannya bila dituangkan pada berbagai jenis tulisan. Karenanya, memahami jenis tulisan adalah wajib hukumnya. Apa itu cerpen, apa yang disebut puisi, apakah artikel itu, atau seperti apa cara penulisan skripsi sangat penting akhirnya.
Terakhir, adalah mengetahui siapa pembaca tulisan. Tentu saja ini akan berpengaruh pada cara seseorang menulis dan jenis tulisan apa yang dipilih. Bila pembaca tulisan kita adalah anak-anak, cara naratiflah yang cocok atau jenis tulisan cerita rekaanlah yang dipilih. Bila pembaca tulisan adalah para intelektual kampus, jenis tulisan persuasiflah yang diperlukan. Karenanya, artikel sangat cocok untuk memenuhi kelancaran komunikasi. Begitupun dengan jenis pembaca lainnya walaupun tentu saja hal ini bersifat relatif dalam artian seseorang bisa berkreasi dalam cara penyampaian (di luar yang telah dikonvensikan).
***
Sebagai penutup, perlu dibicarakan juga tentang tulisan-tulisan multidimensi, yaitu tulisan yang menjadi bahan jenis komunikasi lain. Dalam hal ini, akan muncul jenis tulisan skenario untuk film, naskah drama untuk teater, skrip untuk sebuah acara televisi, komik, bahkan iklan, dan sebagainya.Jenis tulisan tersebut menuntut penulisnya memahami media penyampaiannya. Karenanya, hal yang mutlak bagi penulis skenario untuk memahami film. Begitupun dengan penulis drama, penulis skrip iklan, dll.
Dari semua itu, yang terpenting adalah menentukan satu sumber, satu akar aktvitas yang harus terus dikukuhkan keberadaannya, yaitu menulis. Ya, dengan menulis produk-produk kebudayaan yakni adanya. Wallahu’alam.
Bandung, 29 Mei 2008
Leave a Reply